MUHAMAD NUR IRMANSYAH

Senin, 06 Juni 2011

Faktor-faktor Perilaku Penyimpang di Kalangan Remaja

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Secara umum remaja dapat dilihat dan diamati sebagai suatu fase dalam siklus pembentukan kepribadian manusia. Fase remaja ini mempunyai ciri-ciri tersendiri yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya. Ciri-ciri yang menonjol dari fase remaja yang tertuang dalam pola-pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan generasi Muda, diantaranya kemurnian idealismenya, keberanian, dan keterbukaan dalam menyerap nilai-nilai dan gagasan –gagasan baru, memiliki semangat pengabdian, spontanitas, dinamis, inovatif serta kreatif. Umumnya para remaja menggunakan potensi-potensi yang ada pada dirinya dengan kegiatan-kegiatan yang positif yang berguna bagi dirinya maupun bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada dari sebagian remaja yang sikap dan perilakunya mengarah pada prilaku menyimpang. Perilaku menyimpang tersebut biasa berwujud perbuatan-perbuatan yang melanggar norma-norma hukum, sosial dan agama seperti ; perkelahian antara pelajar (tawuran), penyalahgunaan obat-obatan terlarang, membolos dari sekolah, penodongan, dan melakukan berbagai tindak pidana lainnya. Perbuatan mereka yang demikian jelas menimbulkan masalah dan kerugian bagi dirinya sendiri, keluarga, masnyarakat dan negara.

1.2 Rumusan Masalah
Peranan remaja begitu penting bagi perkembangan bangsa, sesuai dengan kata bijak “ Pemuda sebagai penerus bangsa, generasi muda yang berkualitas (IMTAQ) menumbuhkan bangsa yang kuat “. Dari kata itulah saya mengangkat masalah yang berjudul “ Faktor-faktor Perilaku Penyimpangan di Kalangan Remaja “.
Secara umum rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Faktor apa saja yang dapat menyebabkan timbulnya perilaku penyimpangan kenakalan remaja ?
2. Bagaimana cara penanggulangan kenakalan remaja dan peranan lembaga dalam menanggulangi kenakalan remaja ?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah di jelaskan di atas, maka dapat di simpulkan tujuan penulisan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penyimpangan kenakalan dikalangan remaja ( Siswa SMP ).
2. Untuk mengetahui penanggulangan kenakalan remaja ( Siswa SMP ) dan peranan lingkungan dalam menanggulangi kenakalan remaja, baik lingkungan rumah ( keluarga ), lingkungan masnyarakat, lingkungan sekolah, lingkungan bermain, peranan lembaga keagamaan, lembaga pemerintah, dan lembaga sekolah dimana tempat anak menimba ilmu.

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERKELAHIAN ANTAR-SEKOLAH DAN ANTAR-KELOMPOK
Kegemaran berkelahi secara massal di antara anak-anak sekolah lanjutan, khususnya di kota-kota besar disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal atau faktor endogen berlangsung lewat proses internalisasi-diri yang keliru oleh anak-anak remaja dalam menanggapi milieu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Tingkah-laku mereka itu merupakan reaksi yang salah atau irrasional dari proses belajar, dalam bentuk ketidakmampuan mereka melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Dengan kata lain, anak-anak remaja itu melakukan mekanisme pelarian diri dan pembelaan diri yang salah atau tidak rasional, dalam wujud : kebiasaan maladaptif, agresi, dan pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan hukum formal ; diwujudkan dalam bentuk kejahatan, kekerasan, kebiasaan berkelahi massal dan sebagainya.
Faktor eksternal atau faktor eksogen – dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologois adalah semua perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak-anak remaja (tindak kekerasan, kejahatan, perkelahian massal, dan seterusnya).
A. FAKTOR INTERNAL
1) Reaksi Frustasi Negatif
Dimasukan ke dalam cara adaptasi yang salah terhadap tuntutan zaman modern yang serba kompleks sekarang ini ialah : semua pola kebiasan dan tingkah laku patologis, sebagi akibat dari pemasakan konflik-konflik batin sendiri secara salah, yang menimbulakn mekanisme reaktif/respon yang keliru atau tidak cocok (menggunakan escape mechanism dan defence mechanism).
Dengan semakin mesatnya pembangunan, modernisasi, urbanisasi dan industrialisasi yang berakibat semakin kompleksnya masyarakat sekarang, semakin banyak pula anak remaja yang tidak mampu melakukan penyesuaian diri terhadap berbagi perubahan sosial itu. Mereka lalu mengalami banyak kejutan, frustasi, konflik terbuka baik eksternal maupun internal, ketegangan batin dan gangguan kejiwaan. Apalagih ditambah oleh semakin banyaknya tuntutan sosial, sanksi-sanksi dan tekanan sosial/masyarakat yang mereka anggap melawan dorongan kebebasan mutlak dan ambisi mereka yang sedang menggebu-gebu.
Di tengah hiruk-pikuk kehidupn yang modern serba tergesa-gesa dan banyak menuntut itu anak muda harus ikut berpacu dan bersaing dalam perlombaan hidip. Misalnya bereput kendaraan umum untuk menuju ke sekolah, kebut-kebutan mengendarai motor bersaing dengan mobil-mobil mewah, berlomba merebut kesempatan sekolah dan sebagainya. Suasana kompetitif di kota-kota besar itu disamping dipenuhi oleh kegiatan formal yang baik-baik, juga ada diwarnai dengan tingkah laku orang dewasa yang kriminal, manipulatif, korup, licik, intrik politik, kemunafikan dan ancaman-ancaman lahir-batin. Semua kejadian itu ikut dihayati oleh anak-anak remaj, yang seringkali menimbulkan rasa dendam, marah, cemas dan ketegangan batin pada diri mereka.
2) Gangguan Pengamatan dan Tanggapan Pada Anak-anak Remaja
Adanya kedu gangguan tersebut di atas sangat mengganggu daya adaptasidan perkembangan pribadi anak yang sehat. Gangguan pengamatan dan tanggapan itu antara lain berupa : ilusi, halusinasi, dan gambaran semu (waanvoorstelling).
Tanggapan anak tidak merupakan pencerminan realitas lingkungan yang nyata, tetapi berupa pengolahan batin yang keliru, sehingga timbul interpretasi dan pengertian yang salah sama sekali. Sebabnya ialah semua itu diwarnai harapan yang terlalu muluk, dan kecemasan yang berlebihan; dunia dan masyarakat tampak mengerikan dan mengan dung bahanya laten di mata anak. Sebagai akibat jauhnya, anak-anak remaja ada yang berubah menjadi agresif dan eksplosif menghadapi segala macam “tekanan dan bahanya dari luar”. Karena itu reaksinya berupa : cepat naik darah, cepat bertndak menyerang, dan berkelahi.


3) Gangguan Berfikir dan Inteligensi Pada Diri Remaja
Berfikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi wajar terhadap tuntutan lingkungan. Berfikir juga penting bagi upaya memecahkan kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Jika anak remaja tidak mampu mengoreksi fikiran-fikirannya yang salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada, maka fikirannya terganggu; ia kemudian dihinggapi bayangan semu yang palsu. Lalu pola reaktifnya juga menjadi menyimpang dan tidak normal lagi.
Anak yang sehat pasti mampu membetulkan kekeliruan sendiri dangan jalan: berfikir logis, dan mampu membedakan fantasi dari kenyataan. Jadi ada reality-testing yang sehat. Sebaliknya, orang yang terganggu jiwanya akan memperalat fikiran sendiri untuk membela dan membenarkan gambaran-gambaran semu dan tanggapan yang salah. Akibatnya, reaksi dan tingkahlaku menjadi salah kaprah; bisa menjadi liar tidak terkendali, selalu memakai cara-cara yang keras dan perkelahian dalam menaggapi segala kejadian.
Inteligensi atau kecerdasan dapat diartikan sebagai kemapuan untuk menggunakan secara tepat cermat efisien alat-alat bantu berfikir guna memecahkan masalah dan adaptasi diri terhadap tuntutan-tuntutan baru. Maka inteligensi bisa diartikan pula sebagai potensi mawas situasi dengan cepat dan cermat.
4) Gangguan Perasaan/Emosional Pada Anak-anak Remaja
Perasaan memberikan nilai pada situasi kehidupan, dan menentukan sekali besar-kecilnya kebahagian serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia. jika semua tadi terpuaskan, orang merasa senang dan bahagia; sebaliknya jika keinginan dan kebutuhannya tidak terpenuhi, ia mengalami kekecewaan dan banyak furstasi. Maka perasaan selalu mengiringi proses “ketegangan oleh kebutuhan “ dan proses pemuasan kebutuhan.
Pada proses penghayatan makna hidup, perasaan memegang peranan penting, bahkan primer. Karena itu memperhatikan perasaan anak remaja yang tengah berkembang juga perasaan orang lain adalah sama dengan memperhatikan kebutuhan serta keinginan manusiawi mereka.
Gangguan-gangguan fungsi perasaan ini antara lain berupa :
Inkontinensi emosional
Labilitas emosional
Ketidakpekaan dan menumpulnya perasaan
Ketakutan dan kecemasan
Perasaan rendah diri
A. FAKTOR EKSTERNAL
Faktor eksternal yang menyebabkan kenakalan remaja dapat saya buatkan skema sebagai berikut :

1) Faktor keluarga

Faktor eksternal


2) Faktor sekolah

1) Faktor keluarga
Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi dan sivilisasi pribadi anak. Di tengah anak belajar mengenal makna cinta kasih, simpati, loyalitas, ideologi, bimbingan dan pendidikan. Keluarga memberikan pengaruh menetukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak; dan menjadi unit sosial tekecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak.
Faktor keluarga yang menyebabkan buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak atau remaja antara lin berupa :
Broken home
Perlindungan lebih
Penolakan orang tua
Pengaruh buruk dari orang tua
2) Lingkungan Sekolah yang Tidak Menguntungkan
Kondisi buruk ini antara lain berupa bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa halaman bermain yang cukup luas, tanpa ruang olah-raga, minimnya fasilitas ruang belajar, jumlah murid dalam satu kelas yang terlalu banyak dan padat (50-60 orang), ventilasi dan sanitasi yang buruk, dan sebagainya. Semua keadaan itu tidak menyenangkan para siswa (anak-anak muda) untuk belajar di sekolah.
Selanjutnya, berjam-jam lamanya setiap hari anak-anak harus melakukan kegiatan yang tertekan, duduk, dan pasif mendengarkan, sehingga mereka menjadi jemu, jengkel, dan apatis.
Anak merasa sangat dibatasi gerak-geriknya, dan merasa tertekan batinnya (dilarang bertannya kalau tidak perlu). Kurang sekali kesempatan yang diberikan oleh sekolah untuk melakukan ekspresi bebas, baik yang bersifat fisik maupun psikis; sebab semuasudah diatur dan dipastikan, mengikuti buku, kurikulum dan satuan pelajaran yang sudah “baku”.
Sekolah kita sampai waktu sekarang masih banyak berfungsi sebagi “sekolah dengar” daripada memberikan kesempatan luas untuk membangun aktivitas, kreativitas dan inventivitas anak. Dengan demikian sekolah tidak membangun dinamisme anak, tidak merangsang kegairahan belajar anak.
Kurikulum selalu berubah-ubah tidak menentu, sangat membingungkan para pengajar dan murid sendiri, serta jelas mengganggu proses belajar anak. Materi pelajaran sering ketinggalan Zaman dan tidak sesuai dengan aspirasi anak muda masa sekarang, tidak cocok dengan kebutuhan anak; adakalanya dangkal sifatnya dan kurang menarik minat anak. Akibatnya anak menjadi jemu belajar, cepat menjadi jenuh, dan lelah secara psikis; sebab harus pasif diam saja, dan terlalu lelah mendepositokan dalam benaknya bahan-bahan pelajaran yang kurang relafan dengan kebutuhan hidupnya.
Adapula guru yang kurang simpatik, sedikit memiliki dedikasi pada profesi, dan tidak menguasai dikdaktik-metodik mengajar.Tidak jarang profesi guru dikomersilkan, dan pengajaran hanya berkepentingan dengan pengoperan materi ajaran belaka. Perkembangan kepribadian anak sama sekali tidak diperhatikan oleh guru, sebab mereka lebih berkepentingan dengan masalah mengajar atau mengoperkan informasi belaka.
Dalam masyarakat modern yang serba kompleks sekarang ini tidak mengherankan kalau muncul pula satu tipe guru atau pengajar yang menderita neurosa ringan. Tempramennya sering meledak – ledak, kurang sabar, tidak punya rasa humor, getir hati, dengan suara yang tinggi melengking atau serak sengau yang menjemukan sehingga murid- murid sukar menangkap pembicaraannya. Sikap guru ada yang acuh tak acuh, tidak peka terhadap keluhan dan kesulitan anak, sangat egoistis sifatnya, sehingga meyebarkan iklim anti pati dan tidak menimbulkan kegairahan belajar pada anak.
Minat belajar anak remaja menjadi menuun ; sebaliknya mereka menjadi lebih tertarik pada hal – hal non persekolahan, misalnya : masalah seks, hidup santai, minum minuman keras, menghisap ganja dan bahan narkotik lainnya; suka membolos sekolah, lebih suka berkeliaran dijalan raya, melihat film biru dan melakukan perkelahian untuk menggugah “ gairah hidup “.
Dikelas para remaja sering mengalami prustasi dan tekanan batin, merasa seperti dihukum atau terbelenggu oleh peraturan yang “ tidak adil “. Disatu pihak pada diri anak ada dorongan naruliah untuk bergiat, aktif dinamis, banyak bergerak dan berbuat, tetapi dipihak lain anak dikekang oleh disiplin mati disekolah serta sistem regimentasi dan sistem sekolah dengar.
Sebagai akibatnya, anak jadi ikut ikutan tidak mematuhi semua aturan, ingin jadi bebas liar, mau berbuat semau sendiri, menjadi agresif ; juga suka melakukan perkelahian diluar sekolah untuk melampiaskan kedongkolan dan frustasinya.
2.2 PENANGGULANGAN KENAKALAN REMAJA
Masalah kenakalan remaja, telah menjadi perhatian pokok baik dikalangan resmi maupun bagi masyarakat luas di indonesia. sejak awal tahun 1980-an, masaalah kenakalan remaja menjadi topik yang hangat dibicarakan, dalam kaitannya dengan pemakaian dan peredaran obat-obatan terlarang dikalangan para remaja, pelanggaran norma-norma susila, perkelahian antar sekolah, dan meningkatnya tindak pidana yang dilakukan oleh para remaja.
Kenakalan remaja didefinisikan sebagai kelainan dalam perilaku serta perbuatan remaja yang bersifat taksosial, berupa pelanggaran atas norma-norma sosial,norma agama, dan pelanggaran norma hukum; sebagai realisasi ketakseimbangan perkembangan psikologis dengan pertumbuhan biologis dalam diri remaja.
Terjadinya ketakseimbangan antara pekembangan psikologis dengan pertumbuhan biologis dalam diri remaja merupakan faktor intern yang dialami oleh setiap remaja. Disamping itu banyak pula faktor ekstern yang menjadi latar belakang timbulnya kenakalan remaja, misalnya peristiwa-peristiwa insidentil seperti broken home, krisis kewibawaan guru dan orang tua, hubungan-hubungan yang tak harmonis diantara anggota keluarga, kurang sosial kontrol orang tua terhadap anak, konsumerisme, drop out, kurangnya lapangan kerja dan kebingungan para remaja atas norma-norma yang saling bertentangan dalam masyarakat.
Berasarkan latar belakang tersebut, baik secara intern maupun secara ekstern, penanggulangan kenakalan remaja dapat dilakukan dengan mengikutsertakan lembaga-lembaga keagamaan, orang tua, sekolah, organisasi pemuda, dan terlibatnya remaja itu sendiri dalam masalah penanggulangan tersebut.
Peranan agama dalam menanggulangi masalah kenakalan remaja dapat berupa penanaman sikap hidup bergama, memberi pengertian agar para remaja menghayati segala norma agama yang harus dipatuhinya secara murni dan konsekuen. Para remaja diajak berpikir dan bersikap untuk merealisasi seluruh ketentuan agama, baik yang bersifat vertikal maupun yang sifatnya horizontal.
Keluarga sebagai unit kemasyarakatan terkecil, yang membentuk pribadi para anggotanya, dituntut peransertanya secara aktif dalam menanggulangi kenakalan remaja. Peranan keluarga dalam menanggulangi masalah kenakalan remaja dapat berupa penyediaan sarana dan prasarana yang memberikan kemudahan dan kesempatan kepada para remaja untuk melakukan pemasyarakatan diri (self socilization). Orang tua hendaknya memberi contoh yang baik dan terbuka terhadap segala persoalan keluarga, sehingga anggota keluarga merasa menjadi bagian yang berarti yang mempunyai andil besar dalam mempetanggungjawabkan keluarganya. Orang tua harus menjadi sumber motivasi bagi anak-anaknya.
Sekolah sebagai kawah candradimukanya tetuko Indonesia, selain mendidik juga membina para remaja, hendaknya dapat mewujudkan dan meningkatkan kosep wawasan Wiyatamandala, dan menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat dan pemerintah setempat, serta mengadakan kerjasama dalam mengemban tugas pendidikan. Para pendidik perlu menguasai bahasa-bahasa khusus yang hanya berlaku di kalangan para prokem, dan sandi-sandi di kalangan para remaja nakal. Secara periodik sekolah melakukan razia terhadap buku-buku bacaan siswa, dan bekerjasama dengan pihak kepolisian mengadakan ceramah pemantapan kehidupan remaja.
Selain itu sekolah juga harus mampu mengaktifkan organisasi intern kepemudaan seperti OSIS dan PRAMUKA. Lembaga kesenian dan lembaga lain sebagai penyalur aspirasi siswa hendaknya diaktifkan sebagai usaha lain dalam menyalurkan bakat siswa.












BAB III
PENUTUP


B. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah di sajikan di atas, remaja merupakan tulang punggung negara dan penerus bangsa sehingga kita sebagai penerus bangsa hendaknya mengisi kemerdekaan ini dengan mempersembahkan yang terbaik untuk bangsa.
Peranan orang tua sangat berpengaruh dalam perkembangan anak, orang tua hendaknya memberikan cotoh yang baik dan membantu memecahkan masalah yang dihadapi anak, begitu juga dengan lembaga-lembaga negara. Peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan mampuh menyalurkan aspirasi siswa yang membawa kejalan yang dapat mengembangkan bakat siswa pada kegiatan yang positif. Begitu juga lembaga agama yang memeberikan pendidikan penanaman sikap hidup beragama sesuai dengan norma-norma agama.
Apabila telah adanya hubungan terkait antara sekolah, orang tua, lembaga-lembaga pemerintah, lembaga agama, dan lingkungan dimana siswa itu tinggal maka kenakalan remaja tersebut tidak akan menyimpang pada perilaku kenakalan remaja yang telah di jelaskan di atas, akhirkata semoga kita dilindungi oleh Alah swt.
C. SARAN
Jika kita ingin menyembuhkan kenakalan remaja sebaiknya kita melakukan perbuatan sebagai berikut :
 Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan diri sendiri; dan melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan menuntun itu. Sebaliknya, memperbanyak kearifan, kebaikan dan keadilan, agar kita bisa dijadikan panutan bagi orang lain.
 Berilah kesempatan kepada setiap orang untuk beremansipasi dengancara yang baik dan sehat.
 Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan anak muda zaman sekarang.

DAFTAR PUSTAKA

Hewitt, Lester E., dan Jenkins, Richard L., fundamental Patterns of Maladjustment : The Dynamics of Their Origin, Springfield, III: Thomas,1947.
Ayip Rosidi (1982), Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia, Bandung. Binacipta.
Artikel pada majalah :
• Mimbar Pendidikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar